Terkait dengan perintah Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam
(SAW). Beliau bersabda,
”Apabila anak telah mencapai usia tujuh tahun,
perintahkanlah dia untuk melaksanakan shalat. Dan pada saat usianya
mencapai sepuluh tahun, pukullah dia apabila meninggalkannya.” (Riwayat
Abu Dawud).
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Rasulullah SAW
bersabda, ”Ajarkanlah anakmu tata cara shalat ketika telah berusia tujuh
tahun. Dan pukullah dia pada saat berusia sepuluh tahun (apabila
meninggalkannya).” (Riwayat Tirmidzi).
Hadits ini menunjukkan dengan sangat jelas kepada kita bahwa
mendisiplinkan anak shalat dimulai pada usia tujuh tahun. Bukan usia
sebelumnya. Kita perlu memberi pendidikan iman, akhlak dan ibadah sedini
mungkin. Tetapi ada prinsip lain yang harus kita perhatikan:
berikanlah pendidikan tepat pada waktunya. Sesungguhnya, sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Rasulullah SAW dan sebaik-baik perkataan adalah
firman Allah ’Azza wa Jalla, yakni kitabullah al-Qur’anul Kariim.
Al-’Alqami dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi dalam syarah Al-Jami’ush
Shaghir berkata “Hen-daklah mengajarkan mereka hal-hal yg diperlukan
mengenai shalat di antaranya tentang syarat-syarat dan rukun shalat.
Dan memerintahkan mereka utk mengerjakan shalat setelah belajar.” Dia
katakan juga bahwa “Diperintah-kannya memukul itu hanyalah terhadap yg
telah berumur sepuluh tahun krn saat itu ia telah mampu menahan derita
pukulan pada umumnya. Dan yg dimaksud dgn memukul itu pukulan yg tidak
mem-bahayakan dan hendaknya menghindari wajah dalam memukul.”
Jadi, kalau anak yang belum berusia tujuh tahun tidak mengerjakan
shalat, kita harus memaklumi dan melapangkan hati. Tugas kita adalah
menumbuhkan perasaan positif terhadap kebiasaan yang ingin kita
tumbuhkan,
membangkitkan sense of competence (perasaan bahwa dirinya memiliki
kompetensi) serta menjamin bahwa mereka memiliki harga diri yang tinggi.
Kita memperlakukan mereka secara terhormat, tetapi bukan memanjakan.
Allah Subhanahu wa ta’ala (SWT) berfirman, ”Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.
Kami tidak meminta rezeki kepadamu. Kamilah yang memberi rezeki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”
(Thaahaa [20]: 132).
TAHAPAN PSIKOLOGI SANG ANAK
Adi W Gunawan di dalam buku, ”Manage Your Mind For Success” menjelaskan
tentang tahap pemrograman anak-anak kita. Fase pertama adalah usia 0-7,
fase ini disebut fase tanam. Apapun yang dilihat, yang didengar, yang
dikatakan orang pada anak kita sangat mudah untuk diterima anak.
Anak belum mempunyai filter untuk membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk. Usia-usia ini lebih banyak menerima dan disimpan dalam
memori jangka panjang. Sepenuhnya apa yang diterima masuk ke pikiran
bawah sadar.
Tahun ini sangat penting dalam pembentukan anak. Orang tua sangat
berperan, begitu juga jika di sekolah, guru TK memiliki peran yang cukup
besar.
Fase kedua adalah usi 7-14 tahun yang disebut fase model. Pada usia
ini anak-anak selalu ingin meniru tokoh yang dikagumi. Usia ini mulai
memasuki pendidikan formal di SD sampai SMP atau pendidikan dasar.
Masa ini merupakan m asa-masa penting bagi anak untuk membentuk
kepribadinnya. Anak akan menjadi hebat, sukses, dan mulia jika yang
ditiru adalah hal-hal yang positif. Sebaliknya, anak bisa salah
melangkah jika apa yang dilihat dan dijadikan model itu salah,
contoh-contoh negatif. Peran orang tua dan guru di sekolah sangat
berpengaruh.
Fase ketiga adalah usia 14-21 tahun, yang disebut fase sosial. Pada
fase ketiga ini anak-anak cenderung melakukan interaksi sosial. Mereka
lebih senang melakukan pertemanan. Fase ketiga banyak ditentukan oleh
fase pertama dan kedua.
Jika fase tanam dan model yang didapatkan melalui pengalaman itu
positif, maka dalam fase sosial akan mengalami interaksi yang positif.
Sebaliknya, jika pengalaman pada fase pertama dan kedua negatif, maka
dalam interaksi sosial pun akan negatif.
Setiap anak harus mengembangkan perasaan bahwa mereka dapat memiliki
kekuatan dari dalam (inner strength) dan percaya bahwa mereka adalah
orang yang memiliki kompetensi dan kemampuan. Secara alamiah, dorongan
ini muncul pada diri anak semenjak bayi.
Mereka belajar menggunakan tangis, senyum, gerakan dan suara-suara
untuk memanggil orangtuanya, meminta perhatian dan “memaksa” orangtua
memenuhi keinginannya.
Usia dua tahun, dorongan untuk mengembangkan kemampuan “mengubah
dunia” itu semakin menguat. Para ahli menyebut rentang usia dua hingga
empat tahun sebagai the terrible twos atau masa-masa dua tahun yang
“mengerikan”.
Ungkapan ini mungkin terasa berlebihan. Tetapi pada prinsipnya, para
ahli menyampaikan pesan dengan ungkapan ini bahwa anak-anak usia dua
hingga empat tahun sedang mengembangkan kemampuannya mengatur, memaksa,
menolak perintah dan melakukan tawar-menawar terhadap aturan orang
dewasa.
Lebih-lebih jika diperintah secara tiba-tiba, mereka cenderung
menunjukkan perlawanannya. Mereka ingin menyampaikan pesan kepada dunia
bahwa mereka tidak bisa dipaksa.
Tahun Ketujuh
Pada tahun ketujuh ini merupakan tahun mencari identitas awal. Mereka
sudah mulai bangga dengan namanya. Kesehariannya seperti mencoba mencari
kesempurnaan. Sudah mulai mahir dalam memaparkan idenya.
Interaksi dengan teman sebayanya ditandai dengan ikatan kemitraan.
Ada solidaritas kelompok. Berani menetapkan misi tertentu bersama
teman-temannya. Tingkat keusilannya mulai tinggi. Keusilan dianggap
penyaluran kreativitasnya. Keleluasaan dan kebebasan ingin didapatkan
dari lingkungannya untuk mulai menyalurkan ekspresi dirinya.
Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif anak terbagi ke dalam beberapa tahap:
Tahap Sensorimotor, pada tahap ini kemampuan anak hanya pada gerakan
refleks, mulai mengembangkan kebiasaan-kebiasaan awal, mereproduksi
berbagai kejadian yang menurutnya menarik, mulai menggunakan berbagai
hal atau peralatan guna mencapai tujuannya, melakukan berbagai
eksperimen dan anak sudah mulai menemukan berbagai cara baru.
Tahap sensorimotor terjadi saat usia 0-2 tahun.
Tahapan Pra-operasional, pada tahap ini anak mulai menerima berbagai
rangsangan yang masih terbatas, Kemampuan bahasa anak mulai berkembang,
meskipun pola pikirnya masih bersifat statsi dan masih belum mampu untuk
berpikir secara abstrak, persepsi mengenai waktu dan mengenai tempat
masih tetap terbatas.
Tahap pra-operasional berkembang saat usia anak 2-7 tahun.
Tahap konkret operasional, pada tahap ini anak sudah bisa menjalankan
operasional dan berpikirnya mulai berpikir secara rasional. Dalam tahap
ini tugas-tugas seperti menyusun, melipat, melakukan pemisahan,
penggabungan, menderetkan dan membagi sudah dapat dilakukan oleh anak.
Tahap konkret operasional berlangsung pada usia 7-11 tahun.
Nah tahap konkret inilah dimulai pada usia 7 tahun, tahap konkret
untuk mulai seruis dlm mengajarkan sholat, memisahkan tempat tidur, dan
jg mulai lebih bnyk mngajarkan masalah akhlak dan akidah islam kpd sang
anak.
Kecenderungan ini sangat alamiah. Setiap anak harus memiliki dorongan
ini sebagai bekal untuk mengembangkan apa yang disebut sebagai sense of
competence (perasaan bahwa dirinya memiliki kompetensi). Orangtua
maupun guru di sekolah berkewajiban menumbuhkan sense of competence ini
pada diri anak, terutama usia 4-8 tahun.
Jika anak memiliki perasaan ini secara memadai pada rentang usia 4-6
tahun, mereka akan lebih siap untuk memasuki fase pendisiplinan diri
pada usia 7 tahun. Pada saat yang sama, orangtua maupun guru di sekolah
tetap berkewajiban membangun sense of competence hingga usia 8 tahun
sehingga mereka memiliki citra diri, harga diri serta percaya diri yang
baik. (SUARA HIDAYATULLAH JUNI 2008)
Dari segi emosi sosial, usia tujuh tahun bagi seorang anak adalah
ibarat sebuah permulaan menuju karakter yang baik seperti ramah,
simpatik, hangat dan mudah bekerja sama. Ia juga memiliki sikap empati
atau tidak egois pada yang lain. Itu disebabkan karena ia memiliki
kontrol diri dan stabilitas yang lebih kuat dibanding sebelumnya.
Dalam segi kepercayaan diri (self-esteem), anak usia 7 tahun cukup
labil. Oleh karena itu, sering-seringlah memberi motivasi dan masukan
positif. Termasuk membantunya menghentikan kecenderungan menyalahkan
diri sendiri (self-critical) dengan penekanan bahwa yang terpenting
adalah apa yang sudah dipelajari, bukan hasil akhir. Sekali-kali, anak
hendaknya mendapat kesempatan untuk mengambil keputusan sendiri.
Dengan kemampuannya untuk mencerna suatu instruksi secara rasional,
maka orang tua dianjurkan untuk memulai aktifitas yang dapat
menstimulasi nalar berfikirnya. Misalnya, mengajak berdiskusi tentang
nilai benar dan salah, baik dan buruk. Juga perbedaan antara kebenaran
menurut etika sosial dan secara agama. Misalnya, nilai benar dan salah
dalam etika sosial adalah berdasarkan kesepakatan manusia. Sedang nilai
benar dan salah secara Islam adalah berdasar wahyu Al Quran dan Sabda
atau Hadits Nabi Saw.
Pendidikan orang tua yg mengenalkan pada anaknya cara-cara shalat
lalu mempraktekkannya pada umur tujuh tahun itu semestinya berlanjut.
Hingga anak-anak itu terbiasa menjalankan shalat.
Pada umur tujuh tahun anak-anak mulai masuk sekolah dia mendapatkan
pelajaran dan kebiasaan dari guru-gurunya serta pengaruh dari
teman-temannya. Didikan orang tua selama 7 tahun itu akan sinkron
sejalan dgn pendidikan di sekolah bila sekolah mengajarkan shalat dan
mempraktekannya berjama’ah.
Namun sayang sekali sangat sedikit sekolahan yg demikian. Sebab
anak-anak kelas satu dan dua biasanya waktu belajarnya hanya sampai
pukul 10 atau 11 siang. Tidak ada praktek shalat berjama’ah. Bahkan
selama bersekolah di SD 6 tahun rata-rata mereka tidak digerakkan utk
menyelenggarakan shalat berjama’ah.
Kebanyakan sekolah Dasar tidak ada mushollanya apalagi masjid. Bahkan
tempat wudhu’ pun rata-rata tiada. Sehingga didikan shalat dari orang
tua itu seakan hanya praktek informal di keluarga menurut perasaan
anak-anak. Sedang didikan yg dirasa “wajib” diikuti secara disiplin
hanyalah yg produk atau perintah dari sekolahan dari guru.
Hingga anak-anak merasa takut kalau tidak mengerjakan PR yg
diwajibkan gurunya namun tidak ada rasa takut ketika meninggalkan
shalat. Karena ketika tidak mengerjakan PR si anak langsung mendapatkan
teguran hukuman bahkan pengurangan nilai dari gurunya. Sedang
meninggalkan shalat tidak ditanya apa-apa oleh gurunya.
Rata-rata anak tumbuh dalam perasaan dan suasana seperti itu. Itupun
kalau orang tuanya mendidik shalat pada anak-anaknya. Bisa kita
bayangkan lebih-lebih lagi kalau orang tuanya tidak mendidik dan tak
mencontohkan shalat kepada anak-anaknya. Padahal generasi yg orang-orang
tua mereka rajin shalat pun lama-lama keturunannya meninggalkan shalat
dan bahkan mengikuti syahwat. Na’udzubillah…..
Pembinaan Anak Usia 7 hingga 10 Tahun
Pada rentang usia ini, secara emosi maupun sosial anak mengalami
perubahan yang sangat signifikan dibanding tahap usia sebelumnya. Usia 7
tahun mengindikasikan seorang anak yang mulai dapat membedakan baik dan
buruk dan menilai sesuatu bermanfaat atau tidak untuk dirinya. Dalam
istilah fiqh pada usia ini dikenal dengan tamyiz.
Dalam hukum syariat, seseorang yang dikatakan tamyiz memiliki
kedudukan dan peran hukum tersendiri. Beberapa diantaranya, ia dapat
dilepaskan dari masa hadhonah (pengasuhan), sehingga ia diperbolehkan
memilih orang tua yang hendak ia tinggali bersama, jika kedua orang
tuanya berpisah. Masa lepasnya seorang anak dari hadhonah menunjukkan
bahwa anak sudah seharusnya bersikap mandiri, yaitu mengurus dirinya
sendiri tanpa bantuan ibu atau pengasuh lainnya. Meski demikian,
perwalian anak ersebut masih berada di tangan ayah hingga usianya
baligh.
Laki-laki tamyiz juga memiliki kedudukan tersendiri dalam hukum
menutup aurat bagi wanita. Sebab, wanita hanya boleh memperlihatkan
aurat kepada anak-anak yang belum mengerti aurat wanita, yaitu mereka
yang belum tamyiz (QS A- Nuur : 31). Ini artinya, laki-laki tamyiz
dianggap sudah mengerti aurat wanita.
Secara sosial, pada umumnya usia 7 tahun merupakan masa usia sekolah
dasar (dengan kurikulum yang lebih padat dibandingkan masa sebelumnya
dan waktu belajar di sekolah yang lebih lama). Kondisi ini tentu
berpengaruh terhadap penerimaan pendidikan di lingkungan keluarga.
Faktor lingkungan luar rumah juga sudah mulai banyak berpengaruh.
Melihat kedudukan yang cukup berarti dalam hukum syariat tersebut dan
kondisi sosial yang dihadapi, perlu kiranya setiap muslim memperhatikan
perkembangan anak pada usia ini. Selanjutnya, harus dipersiapkan bentuk
pendidikan yang sesuai dengan kondisinya tersebut.
Bentuk umum pendidikan
Pada fase usia tamyiz, proses pendidikan harus ditingkatkan kualitas
dan kuantitasnya. Melihat kemandirian yang sudah mulai ada, metodenya
pun dapat divariasikan mengikuti perkembangan kemampuan anak. Secara
umum bentuk pendidikan pasca tamyiz harus mengacu pada konsep umum
pendidikan dalam Islam yaitu bertujuan untuk untuk membentuk manusia
yang: (1) memiliki kepribadian Islam, (2) menguasai tsaqofah Islam, (3)
menguasai ilmu pengetahuan (iptek) dan (4) memiliki ketrampilan yang
memadai.
Dengan kerangka tersebut, maka sejak anak memasuki usia tamyiz (sekitar 7 tahun), anak harus diarahkan untuk :
1. Penguatan pembentukan dan pengembangan kepribadian Islam. Berikut
bentuk pendidikan sebagaimana yang pernah diterapkan Rasulullah Saw.
a. melakukan pembinaan aqidah dengan teknik yang sesuai dengan
karakter aqidah Islam yang merupakan aqidah aqliyyah (aqidah yang muncul
melalui proses perenungan pemikiran yang mendalam). Outputnya berupa
aqidah yang lurus, cinta Allah dan Rasulullah Saw., dekat dengan Al
Qur’an.
b. mengajaknya untuk selalu bertekad menstandarkan aqliyyah dan
nafsiyyahnya pada aqidah Islam yang dimilikinya. Outputnya berupa
pelaksanaan syariat Islam dalam perkara sederhana/pribadi, pembiasaan
berakhlak mulia, terbiasa beribadah (sholat 5 waktu, puasa Ramadhan dan
berdoa dengan standar syariah bukan sekedar ikut-ikutan), takut kepada
murka Allah SWT.
c. mengembangkan aqliyyah Islamnya dengan tsaqofah Islam dan
mengembangkan nafsiyyah Islamnya dengan dorongan untuk menjadi lebih
bertaqwa, lebih dekat hubungannya dengan Penciptanya, dari waktu ke
waktu.
Meski masih berusia 7 tahun, selayaknya anak sudah dikenalkan dengan
tsaqofah Islamiyyah. Hal ini bertujuan agar anak sudah mulai memahami
kerangka mengapa harus terikat dengan hukum syariat. Karena itulah ia
mulai diperkenalkan pada ilmu-ilmu tentang al qur’an, al hadits, bahasa
Arab sederhana dan fiqh.
Sejarah kebudayaan Islam juga perlu disampaikan kepada anak agar
mulai memahami bentuk kehidupan Islam yang sesungguhnya, terutama
kehidupan di masa Nabi Saw dan khulafaur rasyidin. Orang tua selayaknya
memperhatikan persoalan ini, terutama bila anak tidak disekolahkan di
sekolah agama.
3. Mengusai iptek. Meski penguasaan iptek lebih dominan dilakukan di
sekolah, selayaknya orang tua mengawal berjalannya proses tersebut. Hal
itu bisa dilakukan dengan menemani anak dalam mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan sain dan teknologi. Tumbuhkan pula kecintaan terhadap
ilmu dan semangat belajar yang tinggi.
4. Penguasaan ketrampilan (life skill). Meski di sekolah hal ini
telah diajarkan, orang tua dapat berperanan lebih dalam membentuk
kemampuan ketrampilan hidup bagi anak. Misalnya, untuk anak perempuan
mulai sertakan dalam tugas-tugas kerumahtanggaan.
Sementara bagi anak laki-laki diajarkan ketrampilan lain yang lebih
menguras fisik, termasuk olah raga dan melatih jiwa kepemimpinan (siap
memimpin dan dipimpin).
Fase tamyiz hingga baligh pada anak dapat dibagi dalam 2 (dua) periode yaitu :
1. Periode usia 7 tahun hingga 10 tahun
2. Periode 10 tahun hingga baligh.
Pembagian ini didasarkan pada adanya perbedaan perlakuan pada kedua
periode tersebut sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw ketika
mengajarkan anak-anak sholat. Adapun ciri khusus. Berikut beberapa ciri
bentuk pendidikan untuk anak pada periode usia 7 tahun hingga 10 tahun:
pengenalan kewajiban dalam bentuk pembiasaan terhadap kewajiban.
pemberian nasihat Islami disertai argumentasi syara’ secara sederhana
tidak memberikan sanksi fisik.
Adapun untuk periode 10 tahun hingga baligh, pendidikan anak bercirikan :
pengajaran hukum-hukum Islam (Fiqih)
pemberian beban dan tanggung jawab
pemberian sanksi fisik (bila perlu) jika melanggar
Materi Pembinaan (kurikulum) bagi orang tua
Berdasarkan kedua ciri jenis pendidikan pada periode tersebut, dapat disusun kurikulum (materi pembinaan) berikut ini.
Usia 7 tahun hingga 10 tahun:
1. Penguatan aqidah : memberikan kesadaran tentang siapa diri kita dan
hakikat Sang Pencipta sehingga mampu memahami konsep dasar aqidah Islam.
a. Menumbuhkan rasa takut kepada Allah SWT
b. Menumbuhkan keyakinan akan pertolongan Allah SWT
c. Mengkaitkan setiap yang dijumpainya dalam kehidupan dengan konsep
aqidah Islam, tentang kekuasaan Allah SWT, sifat-sifat-Nya dan kelemahan
manusia.
2. Membangun keterikatan terhadap hukum syara’:
a. Mengenalkan sumber-sumber hukum syara’ dengan mendekatkan anak kepada al-Qur’an dan As Sunnah.
b. Mentarget anak untuk bisa membaca al Qur’an sebelum usia 10 tahun
c. Menghafal beberapa hadits sesderhana
d. Mengajarkan cara menulis al Qur’an.
e. Mengajari dan membiasakan beribadah secara benar; berwudlu, sholat dan doa-doa harian, dan berpuasa.
Rasulullah Saw. bersabda : “Suruhlah nak-anakmu mengerjakan sholat
pada usia 7 tahun dan pukullah mereka pada usia 10 tahun bila mereka
tidak sholat, dan pisahkan mereka dari tempat tidurnya (laki-laki dan
perempuan).” [HR. al-Hakim dan Abu Dawud].
f. Melarang akhlak tercela seperti menggunjing, berdusta, mencela,
menipu mencuri (QS Al Mumtahanah [60]:12), mengambil hak orang lain,
suka pamer, sombong, dsb.
Sebaliknya dibiasakan melakukan akhlak baik dengan bersikap jujur,
sabar, meminta maaf dan gemar memaafkan, menghormati orang tua (QS
Luqman [31]:14), qonaah, gemar bersyukur, bersikap sopan santun dalam
berbicara dan bertingkah laku, dll.
Rasulullah Saw bersabda:
“Apabila anak telah mencapai usia 6 tahun, maka hendaklah ia diajarkan adab dan sopan santun.” [HR. Ibnu Hibban].
g. Membiasakan melafadzkan kalimah thayyibah; alhamdulillah,
subhanallah, inna lillahi wa inna ilayhi raji’uun, Allahu akbar, la
ilaah illallaah, insyaAllah, masyaAllah.
h. Mengajarkan halal dan haram; dalam memilih makanan dan minuman, menggunakan benda apapun, dll
i. Mengajarkan berthaharoh secara benar; mengetahui perkara najasah
dan hadats kecil dan besar, membersihkan diri ketika buang air, adab di
kamar kecil, membersihkan badan dan gigi secara baik.
j. Belajar memilih aktivitas yang baik; tidak menonton film yang
tidak Islami, bermain yang manfaat, mengisi waktu luang dengan banyak
membaca dan menulis.
k. Menanamkan persudaraan yang baik, kepada saudara kandung maupun
teman-temannya; membiasakan salam, gemar berbagi (makanan), tidak
menyakiti saudara dan teman.
3. Menanamkan jiwa perjuangan
a. Menceritakan kehidupan rasulullah Saw. dan para shahabat
b. Menceritakan berbagai konflik di wilayah dan solusinya menurut Islam
c. Menanamkan semangat membela dan memperjuangkan Islam
d. Menanamkan keinginan menjadi mujahid
e. Menanamkan semangat melawan kekufuran
Dengan kemampuan anak untuk mencerna suatu instruksi secara rasional,
maka dianjurkan untuk menstimulasi nalar berfikirnya. Misalnya,
mengajak berdiskusi tentang nilai benar dan salah, baik dan buruk. Juga
perbedaan antara kebenaran menurut etika sosial dan secara agama.
Misalnya, nilai benar dan salah dalam etika sosial adalah berdasarkan
kesepakatan manusia. Sedang nilai benar dan salah secara Islam adalah
berdasar wahyu Al Quran dan Hadits Nabi (menurut Syara’).
Orang tua harus menjadi teman dan sahabat yang baik bagi anaknya
karena mereka kini mulai memiliki banyak teman pada saat usia tujuh
thaun ke atas. Jangan sampai kepercayaan pada orang tua luntur gara-gara
anak lebih mempercayai temannya. Memperbanyak diskusi dan memberikan
kasih sayang da perhatian lebih dapat mendekatkan hubungan anak dan
orang tua. Jangan sering membentak dan bersikap kasar, karena dapat
mempengaruhi psikologis anak sampai masa dewasanya kelak.
Untuk usia 10 tahun hingga baligh:
1. Penguatan aqidah : melanjutkan yang sudah diberikan pada periode
sebelumnya ditambah dengan pendetilan dalil-dalil, baik aqliy maupun
naqliy. Anak harus sudah mampu meyakinkan dirinya mengapa memilih Islam
bukan aqidah atau agama yang lain.
2. Memahamkan tentang identitas dirinya.
a. Mengetahui visi dan misi hidupnya
b. Menumbuhkan kebanggaan sebagai muslim
c. Memahami harapan orang tua kepada anak
d. Memiliki cita-cita dan berupaya merealisasikannya
e. Terdorong menjadi manusia mulia sebagaimana generasi Islam terdahulu.
3. Memahamkan konsep baligh.
4. Memberikan pemahaman dan pelaksanaan beberapa hukum syara’ seperti
kewajiban menutup aurat dan berpakaian menurut syara’, meminta ijin
memasuki rumah, menundukkan pandangan, tentang mahram, khalwat,
ikhtilat, tabarruj dan etika berhias, rasa malu, dsb.
5. Menanamkan jiwa maskulinitas kepada anak laki-laki dan femininitas kepada anak perempuan.
a. Tidak berpakaian menyerupai pakaian jenis kelamin yang lain.
b. Memisahkan diri dari kelompok jenis kelamin yang berbeda
c. Lebih menyukai aktivitas sesuai tabiat jenis kelaminnya.
6. Lebih mendisiplinkan pelaksanaan ibadah khususnya yang wajib, bukan
sekedar kebiasaan namun sudah disertai dengan kesadaran atas wajibnya
aktivitas tersebut.
7. Memahamkan tanggung jawab
a. Jelaskan konsekuensi semua perbuatan manusia baik secara syara maupun secara langsung bagi dirinya.
b. Melatih tanggung jawabnya, misal dengan beberapa tugas baik dalam rumah tangga maupun bersama lingkungannya
c. Menanamkan rasa senang bertanggung jawab dan tidak merasa terbebani.
d. Memahamkan kepada siapa seharusnya anak-anak berkomunikasi dalam menyelesaikan persoalannya.
8. Mengarahkan pertimbangan dalam memilih sebuah urusan/sesuatu
a. Tanamkan konsep halal dan haram dalam pertimbangan memilih sesuatu
b. Jelaskan kedudukan maslahat dalam Islam
c. Mendudukkan rasa suka dan tidak suka di hadapan perkara baik dan buruk
d. Mengetahui konsekuensi dari setiap pilihan yang diambil.
Penutup
Demikian beberapa panduan teknis pendidikan dan pembinaan anak sejak
anak tamyiz hingga menjelang usia baligh sehingga mereka siap memasuki
usia baligh dalam keadaan terikat hukum syariat dan siap menjadi pembela
Islam.
Wallahu ’alam bishawab
kredit :
https://iwaza.wordpress.com/2015/01/04/mengapa-fase-pendisiplinan-anak-dimulai-pada-usia-7-tahun/
Burung gereja Bau
burung gereja bau burung gereja sebenarnya sangat bau, terbukti saya menjebak banyak burung gereja, saya tangkar lama lama, bau bulu buluny...
-
PUASA & TAPA VERSI JAWA ASLI Puasa dan Tapa adalah dua hal yang sangat penting bagi peningkatan spiritual seseorang. Disemua aj...
-
1 Audit Investigatif Sebelum memulai suatu investigasi, pimpinan atau lembaga perlu menetapkan apa yang sesungguhnya ingin ...
-
Daun Bidara Yang Termaktub Dalam Al-Qur'an Daun Bidara adalah salah satu tanaman yang disebut dalam al-Qur’an. Menuru...